Desak Copot Pemberi Gratifikasi, GEMMPAR RIAU Minta Wako Agung Nugroho Tak Pelihara Koruptor

Desak Copot Pemberi Gratifikasi, GEMMPAR RIAU Minta Wako Agung Nugroho Tak Pelihara Koruptor

PEKANBARU -- Aliansi GEMMPAR RIAU menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang masuk Kantor Wali Kota Pekanbaru, Tenayan Raya, Kamis (28/5/2025).

Mereka menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum segera menangkap Kepala BPKAD Kota Pekanbaru, Yulianis, atas dugaan keterlibatan dalam pemberian gratifikasi kepada mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dan mantan Sekda Indra Pomi Nasution.

Koordinator Umum GEMMPAR Riau, Herlangga, mengungkapkan bahwa keterlibatan Yulianis bukan lagi sekadar dugaan. Ia merujuk pada fakta-fakta persidangan yang diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Dalam persidangan tersebut, disebutkan bahwa Kepala BPKAD turut memberikan uang kepada dua pejabat yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

“Ini bukan isu semata. Fakta persidangan menunjukkan Yulianis memberi gratifikasi. Kalau JPU sudah mengungkapkan hal itu di ruang sidang, apalagi yang ditunggu? Tangkap sekarang juga!” tegas Herlangga.

Massa GEMMPAR menuntut ketegasan KPK dan aparat penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam menangani perkara ini. Mereka menilai, pemberi gratifikasi harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan penerima.

“Jangan hanya tangkap yang menerima. Pemberi gratifikasi adalah bagian dari kejahatan. Kami minta Yulianis dan semua oknum pejabat pemko yang ikut bermain di kasus ini segera ditangkap,” seru Herlangga di hadapan ratusan massa aksi.

Dalam aksi itu, GEMMPAR juga membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan nama-nama pejabat Pemko Pekanbaru yang mereka duga terlibat dalam kasus gratifikasi.

Tak hanya berhenti pada KPK, GEMMPAR juga mendesak Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, untuk mencopot semua pejabat yang terlibat, termasuk mereka yang namanya disebut dalam persidangan.

“Kami minta Pak Agung jangan hanya jadi penonton. Ini saatnya bersih-bersih. Jangan biarkan pengkhianat rakyat tetap duduk di kursi jabatan,” ujar Herlangga.

Menurutnya, jika Wali Kota tidak segera bertindak, maka publik bisa menganggap bahwa kepala daerah baru itu turut menutup mata terhadap kejahatan birokrasi yang telah menyengsarakan rakyat.

“Kalau tidak berani copot, berarti ikut pelihara koruptor. Ini jelas pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” tambahnya.

Aliansi GEMMPAR Riau menilai bahwa pembersihan birokrasi dari oknum-oknum yang terlibat dalam kasus korupsi adalah langkah mutlak. Mereka memperingatkan bahwa apabila pemerintah daerah dan penegak hukum tidak tegas, aksi serupa akan terus digelar dengan jumlah massa yang lebih besar.

“Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata dari KPK dan Wali Kota Pekanbaru, kami akan datang kembali dengan massa yang lebih besar. Kami ingin birokrasi bersih dari orang-orang yang mencuri uang rakyat,” ancam Herlangga.

Untuk diketahui, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan Risnandar Mahiwa menerima total suap sebesar Rp 895 juta, yang bersumber dari sejumlah pejabat, antara lain:

1. Reza Pahlevi, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru, menyerahkan uang Rp 50 juta di ruang kerjanya, yang sebelumnya diterima dari salah satu Kabid, Yeti Yulianti.

2. Zuhelmi Arifin, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, memberikan uang Rp 70 juta dan tas Bally senilai Rp 8,5 juta

3. Alex Kurniawan, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), menyetor Rp 90 juta.

4. Yuliarso, Kepala Dinas Perhubungan, menyerahkan uang Rp 45 juta.

“Uang tersebut diterima terdakwa Risnandar tanpa dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar JPU di ruang sidang.

Dalam dakwaan terpisah, Indra Pomi Nasution—yang juga dikenal sebagai ‘IP’—diduga menerima suap dari pejabat yang sebagian besar juga berasal dari lingkungan Pemko Pekanbaru. Jumlah total yang diterima IP mencapai Rp1,225 miliar, yang berasal dari antara lain:

1. Mardiansyah, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman, Rp 50 juta.

2. Yuliarnis, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Rp 120 juta.

3. Hariyadi Rusadi Natar, pejabat struktural lainnya, sebesar Rp 550 juta.

4. Zulfahmi Adrian, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, juga tercatat sebagai pemberi.

Menurut JPU, suap tersebut diberikan di berbagai lokasi, seperti rumah dinas Wali Kota Pekanbaru, Kompleks Perkantoran Tenayan Raya, Mal Pelayanan Publik, hingga toko pakaian di Jalan Jenderal Sudirman.

Pemberian uang dari para pejabat tersebut kepada kedua terdakwa memenuhi unsur gratifikasi yang bersifat suap karena tidak dilaporkan dalam tenggat waktu yang ditentukan,” tegas JPU.***

Komentar Via Facebook :