Perjuangan Melawan Penjajahan Baru dan Transformasi Kesadaran Kritis di Maluku Utara

Perjuangan Melawan Penjajahan Baru dan Transformasi Kesadaran Kritis di Maluku Utara

suarahebat.co.id, Pekanbaru -- Saya memulai tulisan ini dengan pujian kepada Tuhan yang maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya di Negeri yang kita cinta ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan  kepada Nabi Muhammad saw. Sekilas tentang seribu satu rahmat yang Tuhan Anugrahkan di Negri ini kita tidak sanggup menghitungnya, dimana Indonesia kaya akan sumber daya alam (Hutan ekosistem laut dan darat-flora dan fauna, emas,batu bara, nikel, logam dan minyak bumi, yang membentang dari Sumatra sampai Papua)  kaya akan kultur dan kebudayaan, sekaligus Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudra kondisi dimana  sangat strategis secara goepolitik dan geoekonomi. (Baca M Arif Pranoto dan Hendrajid: Perang Asimetris)

 Kondisi geografis dan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang membentang dari Sumatra sampai Papua ini merupakan salah satu alasan fundamental bangsa bangsa barat melakukan kolonialisasi atau penjajahan hingga kurang lebih 350 Tahun, hingga sampai sekarang perebutan perebutan ini masih terus berlangsung dari kolonoalisme berubah menjadi Imperlilisme modern yang bermuka manis bertaraf internasioanl katakanlah UNESCO,WORD BANK atau PBB (Baca Wahid Hasyim: Telingkungan Kapitalisme Global). Dengan agenda skema penjajahan gaya baru yang bersifat Conter Hegemoni (Antonio Gramsic), sehingga untuk memahami kejahatan dan penjajahan kita membutuhkan analisis yang kritis.

Dalam tulisan ini yang harus kita garis bawahi dalam kurun waktu penjajahan kolonialisme dan imperlialisme itu tidak sedikit  tokoh-tokoh pemberontak yang muncul dipermukaan menentangnya. Dari sebelum kebangkitan Nasionalisme-Nation State (Negara Bangsa) yang digagas oleh Ernens Renan akhir abad 19, hingga kebangkitan Nasionalisme yang ditandai dengan sumpah pemuda 28 oktober 1928 hingga Paska kemerdekaan tokoh-tokoh pemberontak dan sikap perlawanan selalu hadir dalam realitasnya menentang penjajahan dan menulis sejarah bangsanya.


Misalnya Tokoh-tokoh pemberontak dari timur sebelum kebangkitan Nation State, katakanlah Sultan Babullah yang menuntut kematian ayahnya (Sultan Khairun Jamil) oleh Portugis, perlawanan ini berlangsung selama 5 Tahun (1670-1675) akhirnya portugis angkat kaki dari Maluku dan menanggung kekalahannya. (Baca Adnan Amal. Tahun-tahun yang menentukan Babullah Datu Syah menamatkan kehadiran Portugis di Maluku).

Selain sultan Babullah, ada juga Nuku kaicil Paparangan dari Tidore, Sultan Banau dari Jailolo, hingga tokoh perempuan Nukila atau Rainha Boki dll(Baca Rusly Saraha, Tokoh Jajirah Raja-Raja kisah menentang Kolonialisme).

Pada awal kebangkitan Nasionalisme yang di tandai dengan munculnya organisasi Sarekat dagang Islam kemudian berubah menjadi sarekat Islam dan Budi Oetomo 1908 menunjukkan sikap menentang terhadap Hindia Belanda di kala itu. Hingga 28 Oktober 1928 menujukkan sikap yang mengancam eksistensi Kolonialisme (Hindia Belanda) secara terang-terangan sekaligus menjadi embrio terbentuknya Negara bangsa yang kelak menjadi Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.

Sikap-sikap perlawanan menunjukkan sikap politik yang manampilkan proses kemajuan dan humanisasi dari emosional kepada penanganan kritis dalam kebangkitan bangsa Indonesia. Paska Kemerdekaan 1945, sikap-sikap perlawanan terus bergema dalam mempertahankan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia, mulia dari golongan santri hingga golongan kiri revolusioner, katakanlah Fatwah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 Hadratussyaikh K.H Hasyim As’ari “mempertahankan NKRI adalah fardu A’in, oleh karena itu Perang melawan penjajah adalah Jihad fi’sabilillah”.

 sampai pada puncaknya fatwa ini melahirkan pecahnya perang 10 November 1945 untuk mengusir Amerika dan Inggris. Seiring dengan dinamika kebangsaan dimana negara-negara jajahan mulai bangkit, skema penjajahan gaya baru dirumuska oleh negara-negara imperlialisme untuk tetap mempertahankan agenda penjajahannya melalui terbentuknya organisasi Internasional. Skema ini disebut oleh Gramsic Conter Hegemoni sehingga membutuhkan analisis untuk memahaminya. Sederhananya Pinjamlah kata Pramoedya Ananta Toer “Dulu Masyarakat berjuang menantang penjajahan dari bangsa asing, sekarang masyarakat berjuang menentang penjajahan dari pemerintahnya sendiri”. Dari sini jelaslah bagi kita sikap perlawanan yang muncul dari berbagai gerakan rakyat dan organisasi pergerakan dari kalangan mahasiswa adalah suatu tanda kemajuan politik yang harus di pertahankan dan diintegrasi ke arah visi kemajuan Bangsa.


Dalam catatan Paolo Freire The Pedagogi Of Opperside yang berangkat dari filsafatnya tentang manusia dan binatang. Binatang tenggelam dalam realita dan tidak memiliki sejarah. Sedangkan manusia mahluk yang tidak tenggelam dalam realita, sebab manusia memiliki sejarah dan terlibat dalam sejarah, dimana manusia bisa mempelajari masa lalu, melihat kekurangan dan kelemahan mempelajarinya dan membandingkan dengan masa kini dan manusia dapat meramal atau menentukan masa depan dirinya dan masyarakat melalui pelajaran dan perbandingan-perbandingan sejarah.


Dalam pandangan Paolo Freire kepada masyarakat Brasilia dari massa transisi 1960-an dan kudeta militer 1964. Bahwa masyarakat harus diberi pendidikan kritis, karena Freire melihat masyarakat Brasilia tenggelam dalam kesadaran naif, sementara kaum elit penguasa mengambang diatas realita. Dengan bangkitnya kesadaran rakyat mereka menyadari bahwa kaum elit memandang mereka dengan sikap jijik, sehingga dalam memberikan reaksi terhadap kaum elit ini mereka cenderung bersikap agresif setiap kali ada kesempatan, rangsangan ini memberikan sikap pemberontak dan akitvis di tubuh masyarakat.

“Sikap Pemberontak itu salah satu segi yang membersitkan harapan, dalam kehidupan politik kita, bukan karena saya mendukung bentuk-bentuk aksinya, tetapi karena sikap itu menunjukkan gejala kemajuan, suatu introduks kepada kemanusiaan yang lebih kompleks” (Pauolo Freire).


Freire menekankan pemberontakan naif atau kesdaran naif masyarakat Brasilia menuju kepada kesadaran kritis atau penanganan kritis,. Freire menyebut keasadaran naif melihat kausaltas sebagai fakta-fakta yang beku,statis dan persepsi keliru, sedangkan kesadaran kritis mengintegrasikan diri dengan realitas Contoh : dalam melihat maraknya kesmiskinan dan pengangguran, kesadaran naif akan melihat kemiskinan dan pengangguran ada dan terjadi karena orang itu malas dan tidak punya kreasi . Sedangkan kesadaran kritis akan melihat kemiskinan dan pengangguran itu bukan hanya karena perilaku personal tapi karena di miskinkan oleh pemerintah melalui struktur sosial yang tidak adil dan di nganggurkan oleh pemerintah melalui aturan yang bobrok, dan membutuh keterlibatan untuk merubahnya.


Kesadaran kritis inilah yang harus kita dorong di Indonesia untuk kemajuan politik dan ekonomi Indonesua khususnya di Maluku Utara. Kita tau secara bersama-sama secara Histories Maluku Utara kaya akan sumber rempah-rempah berupa pala dan cengkeh yang di garuk oleh bangsa pendatang dan melakukan aneksasi wilayah seharusnya ini menjadi catatan penting dalam sejarah, bahawa kita masih berada dalam format yang sama, yakni masih dalam lumbung penjajahan gaya baru yang kasat mata (Infiseble Hand ) malui Kapitalisme modern dalam bentuk industry ekstra aktif yang bercokol dan menggaruk kekayaaan sumber daya alam Maluku Utara. Sehingga jelas formatnya: dahulu masyarakat pribumi menjadi budak tingkat  atas kekayaan  alamnya sendiri (pala dan cengkeh) dengan upah yang sedikit, sekarang masyarakat menjadi budak tingkat II atas kekayaan alamnya (Nikel,Mas dll) dengan upah yang banyak tapi nilainya sama seperti dahulu.

 Kondisi ini menjadi diskursus serius terutama para pemangku kebijakan, sehingga ada upaya proses mengelola sumber daya alam yang paling tidak menipis format penjajahan gaya baru ini dan menghancurkannya. Di tengah perampasan kekayaan alam yang membutuhkan analasisi ini, justru masyarakat berhadapan dengan pemerintahnya sendiri, melalui tangan-tangan tak terlihat, yang menyelundup dalam regulasi. Belum lagi diperparah dengan kepentingan dan perebutan hasrat kekuasaan yang  bersifat sektoral di tingkatan elit pemerintahan dan maraknya praktek korupsi; sebagaimana yang terjadi baru-baru ini dalam Tubuh Pemerintah Maluku Utara. Pada akhirnya momentum Pemilihan Umum tahun 2024 hanya akan menjadi bomerang yang tidak memiliki nilai tambahan untuk perubahan dalam arti yang sesungguahnya.

Dalam kasus Gubernur Maluku Utara yang menjadi trend topik di Maluku Utara, sebagaimana dilansir dari Tempo.Co bicara fakta. KPK menyita uang Tunai 725 Juta bagian dari penerimaan Rp 2,2 Miliyar. Bagi penulis kerugian ini tidak sebanding dengan kerugian kekaayan alam Maluku Utara yang dirampas Indusri ekstraktif. Dalam hal ini,kerugian yang dialami masyrakat Malut bukan hanya bersumber dari praktek kurupsi yang marajalela. Tetapi juga kebijakan yang menguntungkan infestasi asing dan merugikan berjuta jiwa masyarakat di Maluku Utara. Dan seharus kita sadar kita masih dalam lumbung perbudakan dan penjajahan yang bergaya baru.

Terakhir dari tulisan ini, saya tidak ingin memiliki pemimpin yang memberikan sembako kepada masyarakat miskin sehingga membuatnya pasif dan hanya mau meminta. Yang saya inginkan dari seorang pemimpin kritis adalah yang pemberantasan kemiskinan melalui pendidikan kesadaran dan format regulasi yang seimbang.*bnb.

Komentar Via Facebook :