Miliki SDA Dengan Emas Berlimpah, Pessel Kedepan Bakal Maju dan Rakyatnya Super Makmur

Tambang Salido Sebagai Aset Harta Karun Emas Berlimpah, Pariwisata dan Sejarah Dikelolah BUMD??

Tambang Salido Sebagai Aset Harta Karun Emas Berlimpah, Pariwisata dan Sejarah Dikelolah BUMD??

Foto Narasi Idul Fitri, SH Tokoh Muda Sumbar yang juga Jurnalis, Hasan Ketua LSM KPK Nusantara, Ardy Rusyda, SH Praktisi Hukum Sumbar melakukan kunjungan kerja kekantor PT. Dempo Group Disalido

SuaraHebat.co.id, SALIDO –  Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir selatan, mesti segera membangun BUMD menglola Aset harta Karun yang dimilikinya berupa logam mulia emas dan perak dikandungan buminya.


Bukti salah satunya Tambang Emas Salido, dulunya sangat terkenal  keseluruh bangsa - bangsa eropa dan berkemungkinan juga bahwa tambang emas Salido adalah tambang emas tertua di Sumatera, bahkan mungkin di Indonesia. Ia juga menyayangkan tak banyak sejarawan yang tertarik untuk meneliti sejarah tambang Salido.


Hal itu, dikatakan oleh Tokoh Muda Sumatera Barat, Idul Fitri, SH, yang juga Pemerhati Lingkungan dan Hukum ini, ketika dihubungi Wartawan suara hebat Indonesia, diKantor Hukumnya, senin (8/ 3) di Salido Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan.

(Foto Kontainer milik PT. d Dempo Group)

Ia menjelaskan kita sebagai anak bangsa Indonesia, mesti mengetahui dan mengali sejarah bangsa kita tercinta ini, sebab bangsa yang besar menghargai jasa Pahlawan perintis kemerdekaan, perjuangan kemerdekaaan dan sejarah bangsanya,


Dapat saya jelaskan, bahwa masyarakat Indonesia, khususnya Sumatera barat, akan mendapatkan manfaat serta bisa kaya raya dan sejahtera bila potensi sumber daya alam berupa logam mulia, emas dan perak, serta kandungan lainnya, seperti uranium,
jika bisa dikalolah langsung oleh Pemerintah daerah setempat dan masyarakat sekitarnya melalui badan usaha PT Swasta, Koperasi dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) .


Seterusnya dengan memiliki potensi SDA yang  melimpah,  dan kandungan logam mulia ini, jika telah dikelola secara frofesional oleh BUMD milik Pemerintah daerah dengan mempekerjakan SDM yang handal dan tamatan sarjana yang ahli dibidangnya, maka hasilnya nanti akan menjadikan pemkab, Pessel sebagai pemkab terkaya diindonesia mengalahkan kota minyak di Riau mungkin saja bisa seperti kota dubay diarab.

(Kendaraan Milik PT Dempo Group penambang Logam mulia berupa emas dan perak.)


Saat ini, PT. Dempo Group dari Jakarta, bedasarkan informasi dilapangan, setahu saya, sudah melakukan eksploitasi emas ditambang salido, dengan memperkerjakan ratusan karyawan, serta puluhan tenaga pengamanan dilokasi tambang emas salido tersebut.


Tenaga pengamanan dari TNI AL, Polres Pesisir selatan dan aparat TNI AD DARI Koramil dan lainnya. Dijelaskan Idul fitri, yang juga Politisi PDI Perjuangan Sumbar ini, mengatakan dilihat dari sejarahnya. Sebelum VOC datang ke Sumatra’s Westkust  (pantai barat Sumatra) orang-orang Eropa sudah mengetahui cerita tentang Gunung Emas. Hal itu bermula ketika Luiz de Camoens (1524-1580), penyair kebangsaan Portugis, menulis dalam Os Lusiadas tentang Gunung Ophir, kaya dengan emas dan telah diperdagangkan penduduk lokal dengan orang asing,  Kabar gunung emas ini menyebar ketika Luiz de Camoens (1524-1580), penyair kebangsaan Portugis, menulis dalam Os Lusiadas tentang Gunung Ophir, kaya dengan emas dan telah diperdagangkan penduduk lokal dengan orang asing.


Tulisannya bermula dari kabar yang dibawa oleh pelaut-pelaut Arab yang ditemui Luiz de Camoens ketika menjalani hukuman untuk melakukan tiga kali milisi di Orient – wilayah timur Portugis. Pada masa itu Portugis sedang gencar melakukan ekspansi ke wilayah timur.
Namun, soal Gunung Ophir yang disebutkan Luiz de Camoens masih banyak pendapat dan menjadi tanda tanya.


Suryadi, ahli filologi dan pengajar di Universitas Leiden, Belanda, menyebutkan Gunung Ophir yang dimaksud Luiz de Camoens terletak di Pasaman (mungkin menunjuk Gunung Talamau).
“Penyair Portugis yang terkenal, Luiz de Camoens (1524-1580), menulis dalam Os Lusiadas (terbit 1572), sebuah puisi epik panjang yang monumental, tentang Gunung Ophir di Pasaman yang kaya emas,” tulis Suryadi dalam blog pribadinya niadilova.wordpress.com.


Ketenaran Pulau Sumatra sebagai daerah kaya emas sebetulnya bukanlah hal baru. Pulau Sumatra sejak dulu sudah dikenal dengan nama Svarnadwipa, bahasa Sanskerta itu berarti “Pulau Emas”. Hal ini terdapat dalam Prasasti Nalanda yang dipahat pada tahun 860 Masehi.
Bahkan, William Marsden, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), mengatakan, Sumatra pernah diduga sebagai Ophir, tempat armada Solomon (Sulaiman) mengambil muatan emas dan gading. Meski dugaan tentang Ophir menurut Marsden tak berdasar, pulau ini memang penghasil emas tiada tara.


Pada masa lalu, kandungan emas banyak ditemukan di kawasan tengah pulau di sepanjang Bukit Barisan seperti di Martabe, Bangko, Rawas, Lebong, dan Natal. Minangkabau dianggap sebagai daerah terkaya sehingga Belanda banyak mendirikan loji di Padang.
Menurut Marsden, di daerah Minangkabau saja terdapat tidak kurang dari 1.200 lokasi tambang emas.


“Sebanyak 283.000-399.600 gram setiap tahun tersimpan di Padang, di pasar bebas, atau di tangan perseorangan. Sementara itu, kira-kira 28.000 gram dipasarkan di Nalabu, di Natal kira-kira sebanyak 23.000 gram, dan di Mukomuko 17.000 gram,” tulis Marsden, dikutip dari Kompas, dalam tulisan Lembah Emas yang Dihuni sejak Zaman Megalitikum.


TM Van Leuwen memberikan gambaran lebih komplet soal produksi logam mulia dari Sumatra. Dalam tulisannya di Journal of Geochemical Exploration, edisi ke-50, 1994, ia memperkirakan, total emas yang dikeruk dari Sumatra sejak eksplorasi Belanda hingga 1994 mencapai 91 ton dan perak sebanyak 937 ton.


Jauh sebelum Belanda datang dan mengeruk emas dari Sumatra, perdagangan emas dari pulau ini sudah berlangsung lama.

Dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2003), Marie-France Dupoizat dan Daniel Perret menyebutkan, pengelana Tome Pires pada awal abad ke-16 mencatat bahwa emas diperdagangkan di seluruh pelabuhan di Sumatra, terutama di Barus.


Pelabuhan tua di pantai barat Sumatra Utara ini telah disebutkan dalam karya Ptolomeus, Geographia, yang ditulis pada abad ke-2 Masehi.


Kembali tentang Luiz de Camoens, si pembawa kabar Gunung Ophir ke Eropa, pada tahun 1553 Camoens mulai meninggalkan Portugis menuju Goa, India.


Ia menuntaskan misinya, mengikuti beberapa kali pertempuran. Di sana Camoens mempelajari adat istiadat wilayah setempat, menguasai geografi, dan sejarah.


Pada akhir tugasnya, Ia mendapat jabatan menjadi chief warrant officer (Kepala Petugas Waran) di Macau. Namun kemudian Ia dituduh dan diminta bertanggungjawab terhadap kehilangan properti tentara.


Dalam masa penahanannya, Ia menyusun Os Lusiadas yang memuat tentang Gunung Ophir itu. Ia kemudian diperintahkan kembali ke Goa untuk menjalani penuntutan. Dalam perjalannya kembali ke Goa, kapal yang ditumpangi karam, dan Camoens terdampar di sungai Mekong, Kamboja. Camoens kembali ke Lisbon tahun 1570 (Luiz de Camoens : Encyclopedia Britannica).


Setiba di Lisbon Luiz de Camoens menuntaskan Os Lusiadas dan menerbitkannya tahun 1572. Awal mula kabar Gunung Ophir tersebar di Eropa. Bagian yang menyebut Sumatra Pulau Ophir itu terdapat pada puisi yang berjudul “India: Siam Siam”.


Berikut isi puisi itu, diterjemahkan oleh W. J. Mickle kedalam basaha Inggris seperti dilansir dari Bartleby.com.
WHERE to the morn the towers of Tava shine,
Begins great Siam’s empire’s far stretched line.
On Queda’s fields the genial rays inspire
The richest gust of spicery’s fragrant fire.
Malacca’s castled harbor here survey,
The wealthful seat foredoomed of Lusian sway.
Here to their port the Lusian fleet shall steer,
From every shore far round assembling here
The fragrant treasures of the Eastern world:
Here from the shore by rolling earthquakes hurled,
Through waves all foam, Sumatra’s isle was riven,
And mid white whirlpools down the ocean driven
To this fair isle, the golden Chersonese,
Some deem the sapient monarch ploughed the seas,
Ophir its Tyrian name. In whirling roars
How fierce the tide boils down these clasping shores!
High from the strait the lengthening coast afar,
Its moonlight curve points to the northern star,
Opening its bosom to the silver ray
When fair Aurora pours the infant day.


Pada awal Mei 1662, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) perusahaan multinasional asal Belanda, menduduki Pulau Cingkuak (poulo chinco). Penguasaan oleh VOC didasarkan konsesi untuk berdagang di Sumatra’s Westkust melalui Perjanjian Painan (W.J.A. de Leeuw, Het Painansch Contract. Amsterdam: H.J. Paris, 1926).


VOC menguasai Cingkuak pada tahun 1662 dan menjadikan pulau kecil itu sebagai jangkar untuk menduduki Kota Padang. Pulau ini juga digunakan hingga lebih satu abad kemudian sebagai loji untuk keperluan perdagangan lada dan pala, bahkan mengelola tambang emas Salido. (Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak : Jurnalistravel.com).


Walau banyak pendapat saat ini yang mengatakan Gunung Ophir yang disebut Luiz de Camoens dalam Os Lusiadas terletak di Pasaman (menunjuk Gunung Talamau), seperti banyak ditulis di ensiklopedia bebas, namun bangsa-bangsa Eropa tidak pernah sampai melakukan eksploitasi ke tempat itu. Tapi malah menginjakkan kaki pertama kali menambang emas di Salido (atau dalam literatur Belanda disebut Salida), Pesisir Selatan.

(Foto Sebelah kanan Humas PT Dempo Jef)
Tambang Emas Salido, tidak begitu dikenal oleh genarasi muda. Padahal Menurut Suryadi, berkemungkinan tambang emas Salido adalah tambang tertua di Sumatra, bahkan mungkin di Indonesia. Ia menyayangkan tak banyak sejarawan yang tertarik untuk meneliti sejarah tambang Salido.


Menurut Suryadi, sebetulnya tersedia banyak sumber kepustakaan mengenai tambang Salido (statistik, naratif dan visual). Hal ini berguna untuk merekonstruksi tambang Salido untuk dijadikan sebagai aset pariwisata sejarah. Tinggal pemerintah untuk menindaklanjutinya.
Jejak-jejak Tambang Salido, masih dapat kita lihat hingga kini. Tidak begitu sulit untuk mencapai tempat itu. Terletak sekitar 10 Km dari Kota Painan, Pesisir Selatan. Oleh masyarakat sekitar, wilayah lokasi tambang lebih dikenal dengan nama Salido Ketek (Salido Kecil). Sementara tempat tambang itu masyarakat menyebutnya Gunung Harun (mungkin menunjuk kepada Karun – Harta Karun).


Hingga kini masih terdapat beberapa bangunan peninggalan Belanda. Tidak hanya lubang-lubang bekas tambang, tapi juga pembangkit listrik tenaga air yang dibangun oleh Belanda, untuk pemasok listrik pabrik semen di Indarung Padang pada masa dulu.(Tim SHI SUMBAR)

Komentar Via Facebook :