Pemerintahan Myanmar Lockdown Akibat Penularan Covid-19

Ilustrasi
Suarahebat.co.id, Jakarta - Pemerintah Myanmar memutuskan mengunci (lockdown) negara bagian Rakhine akibat terjadi penularan lokal virus corona (Covid-19), dan membuat resah pengungsi etnis Rohingya di wilayah itu.
Para etnis Rohingya cemas wabah virus corona dapat melanda kamp-kamp tempat tinggal mereka yang penuh sesak, setelah serentetan infeksi membuat Rakhine dikunci.
"Kami sangat khawatir dengan virus tersebut karena kami hidup dalam ketidakpastian dan (virus) tidak akan mudah dikendalikan," kata salah satu warga Rohingya, Kyaw Kyaw.
Tapi jika lockdown membutuhkan waktu yang lama, kami akan... membutuhkan bantuan," tambahnya, seperti dilansir AFP, Senin (24/8).
Dia menambahkan bahwa semua orang di kamp telah mengisolasi diri di dalam ruangan.
Pekan ini, pihak berwenang mengunjungi kamp Thae Chaung untuk berbicara tentang langkah jarak sosial, memberikan pembersih tangan, dan masker.
Hampir 130 ribu Muslim Rohingya tinggal dalam kondisi yang digambarkan lembaga pemantau hak asasi manusia, Amnesty Internasional, sebagai kondisi "apartheid" di kamp-kamp di sekitar Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine.
Kota itu telah mencatat 48 kasus Covid-19 dalam sepekan terakhir, mencapai lebih dari 10 persen dari sekitar 400 kasus yang sejauh ini terdaftar di Myanmar.
Jalan-jalan di Sittwe terlihat kosong pada Minggu dan orang-orang mengenakan masker. Para pedagang kaki lima juga menjajakan pelindung wajah (face shield) dan masker.
Perintah jam malam telah diberlakukan sejak Jumat pekan lalu, sementara semua transportasi umum termasuk penerbangan domestik ke ibu kota telah ditangguhkan.
Sementara itu, di Mrauk-U, negara bagian Rakhine utara, di mana ditemukan tiga kasus Covid-19 pekan ini, penduduk setempat khawatir sumbangan makanan di kamp pengungsian akan dihentikan, ujar pemimpin kamp Hla Maung Oo.
"Kami tidak punya tempat untuk lari jika virus menyebar karena kami juga tidak bisa kembali ke desa kami," ujarnya kepada AFP.
Negara bagian Rakhine sudah lama menjadi titik api konflik etnis dan agama.
Minoritas Muslim Rohingya dianggap sebagai pendatang gelap dari Benggala, meskipun telah menetap di Myanmar selama beberapa generasi. Mereka tidak memiliki hak kewarganegaraan dan kebebasan mereka dibatasi di seluruh negeri.
Pekan ini, seorang anggota parlemen lokal Rakhine lewat unggahan di Facebook menyalahkan Rohingya atas penyebaran virus. Namun, unggahannya telah dihapus.
Pada 2017 lalu, sekitar 750 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah mengalami persekusi oleh militer Myanmar. Akibat tindakan itu, Myanmar menghadapi tuduhan melakukan genosida di Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Red/Rls)
Komentar Via Facebook :